Isu-isu perempuan semakin mendapat tempat dalam industri hiburan Korea Selatan, termasuk dalam drama Korea (drakor) yang dirilis pada tahun 2025. Penonton tidak lagi hanya mencari kisah romantis klise, tetapi juga cerita yang merepresentasikan perjuangan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan tren penayangan di platform seperti Netflix, Viu, dan SBS Korea, drama bertema feminisme dan pemberdayaan perempuan mengalami lonjakan popularitas hingga 27% pada kuartal pertama 2025 (sumber: dramakorea). Fenomena ini menunjukkan bahwa suara perempuan tidak hanya ingin didengar, tapi juga dirayakan.
Artikel ini merangkum 7 drama Korea terbaik 2025 yang mengangkat isu perempuan dengan cara elegan dan bermakna, serta memberikan gambaran menyeluruh tentang perjuangan perempuan dari berbagai latar belakang.

1. When Life Gives You Tangerines
Drama ini berlatar tahun 1950-an dan mengisahkan Ae Soon, seorang gadis muda dari keluarga miskin di Pulau Jeju. Ia bercita-cita menjadi penyair, namun harus menghadapi tekanan ekonomi, sosial, serta dominasi patriarki dalam keluarganya. Ae Soon digambarkan sebagai sosok yang pantang menyerah dan terus mengejar impiannya di tengah keterbatasan.
“When Life Gives You Tangerines” menyoroti pentingnya pendidikan bagi perempuan dan bagaimana suara serta mimpi perempuan sering kali dipinggirkan. Drama ini mengajak penonton untuk menghargai semangat perempuan dalam memperjuangkan haknya untuk bermimpi.
2. The Queen Who Crowns
Drama bergenre sageuk ini terinspirasi dari kisah nyata Ratu Wongyeong, istri Raja Taejong dari Dinasti Joseon. Ratu Wongyeong digambarkan sebagai perempuan yang cerdas, taktis, dan memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan kerajaan, namun harus menghadapi suami yang sangat patriarkal.
Melalui drama ini, penonton diajak memahami bagaimana perempuan dalam sejarah sering kali menjadi “penasehat di balik layar” yang memegang peran penting, meskipun tidak diakui secara formal. Drama ini juga menyentil bagaimana perempuan harus mengorbankan banyak hal demi kestabilan politik dan keluarganya.
3. The Tale of Lady Ok
Drama ini mengangkat kisah Goo Deok, seorang budak perempuan yang berhasil kabur dan menyamar menjadi ahli hukum bernama Ok Tae Young. Dalam perjalanan penyamarannya, ia membela kaum tertindas dan memperjuangkan keadilan, sekaligus mengangkat suara kaum perempuan yang selama ini bungkam karena status sosial.
“The Tale of Lady Ok” menampilkan isu-isu hukum, kesetaraan gender, dan identitas. Drama ini mengajak penonton merenung tentang bagaimana hukum bisa menjadi alat perjuangan perempuan, tetapi juga bisa menindas jika dikuasai oleh sistem patriarki.
4. Doctor Cha
“Doctor Cha” bercerita tentang Cha Jung Sook, seorang ibu rumah tangga yang memutuskan kembali menjalani profesi sebagai dokter setelah dua dekade meninggalkan dunia medis. Keputusan ini menimbulkan konflik dengan keluarganya, terutama sang suami yang juga seorang dokter.
Drama ini sangat kuat dalam menggambarkan dilema perempuan dewasa yang ingin kembali mengejar karier setelah menjalani peran sebagai ibu dan istri. Ini adalah refleksi dari realitas yang sering terjadi: perempuan merasa bersalah karena memiliki ambisi di luar rumah. “Doctor Cha” menguatkan bahwa perempuan punya hak untuk berkembang tanpa harus mengorbankan identitasnya.
5. Mask Girl
“Mask Girl” menyuguhkan kritik sosial yang tajam terhadap budaya populer, body shaming, dan ekspektasi kecantikan. Kim Mo Mi, tokoh utama, bekerja sebagai pegawai kantoran biasa yang merasa rendah diri karena penampilannya. Di malam hari, ia tampil sebagai seleb daring dengan topeng, hingga sebuah peristiwa tragis mengubah hidupnya.
Drama ini menggali bagaimana tekanan terhadap standar kecantikan dapat menghancurkan kepercayaan diri dan kehidupan seseorang. Lebih dari sekadar kisah tentang transformasi, “Mask Girl” adalah seruan untuk menerima diri apa adanya dan melawan objektifikasi terhadap perempuan.
6. Birthcare Center
Drama ini membuka dunia yang jarang diangkat dalam drama Korea: kehidupan ibu baru di pusat pemulihan pasca persalinan. Oh Hyun Jin, tokoh utama, adalah eksekutif muda sukses yang mendadak menghadapi tekanan mental, fisik, dan sosial setelah melahirkan.
“Birthcare Center” menunjukkan bagaimana perempuan sering kali dipaksa menjadi “ibu sempurna” dalam waktu singkat, tanpa ada ruang untuk gagal atau belajar. Drama ini menyuarakan pentingnya dukungan, baik dari pasangan maupun sistem sosial, bagi perempuan yang baru menjadi ibu.
7. Something in the Rain (Re-Airing Popularitas Kembali 2025)
Meski tayang pertama kali pada 2018, drama ini mengalami lonjakan penayangan kembali di awal 2025 karena tema yang tetap relevan. Yoon Jin Ah, seorang manajer di perusahaan kopi, jatuh cinta pada adik sahabatnya. Namun, hubungan mereka mendapat tentangan karena perbedaan usia dan persepsi masyarakat.
Yang membuat drama ini penting adalah penggambaran lingkungan kerja yang patriarkal, diskriminatif terhadap perempuan, serta tekanan sosial terhadap perempuan yang menjalin hubungan dengan pria lebih muda. “Something in the Rain” berhasil merepresentasikan realita yang masih sangat dekat dengan penonton perempuan modern.
Tahun 2025 memperlihatkan bahwa drama Korea tidak lagi ragu mengangkat isu-isu perempuan secara terbuka. Dari perempuan di era Joseon hingga ibu modern, dari budak hingga eksekutif, semua digambarkan dengan karakter yang kuat, manusiawi, dan penuh daya juang. Drama-drama ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menyuarakan kegelisahan dan harapan banyak perempuan.
Dengan pengemasan yang halus namun berdampak, ketujuh drama ini layak disebut sebagai drama Korea terbaik 2025 karena berhasil mengangkat isu perempuan dengan cara yang elegan dan bermakna.