Indonesia menghadapi masalah pengelolaan sampah yang semakin serius setiap tahun. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, Indonesia menghasilkan lebih dari 68 juta ton sampah per tahun (sumber: https://dlhtanggamus.org/). Namun, hanya sekitar 60% yang berhasil dikelola secara efektif. Sisanya menumpuk di TPA, mencemari lingkungan, dan menimbulkan ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Fakta ini memperlihatkan bahwa persoalan sampah bukan hanya isu kebersihan, tetapi sudah menjadi masalah ekologis dan kesehatan publik yang mendesak.
Masalah Pengelolaan Sampah di Indonesia
Masalah pengelolaan sampah di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pola konsumsi yang meningkat memperparah timbulan sampah setiap tahun. Banyak daerah masih bergantung pada sistem buang ke TPA tanpa pengolahan, sehingga menimbulkan penumpukan yang berujung pada pencemaran tanah, air, dan udara.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat dalam memilah dan mengurangi sampah masih rendah. Menurut laporan World Bank 2023, hanya sekitar 20% rumah tangga di perkotaan yang menerapkan pemilahan sampah dari sumber. Kondisi ini menjadi hambatan besar dalam mencapai target nasional pengelolaan sampah berkelanjutan.
Jenis dan Sumber Sampah yang Menjadi Masalah Utama

Sebelum membahas dampaknya, penting memahami jenis dan sumber sampah yang paling banyak menimbulkan persoalan lingkungan dan kesehatan.
1. Sampah Rumah Tangga dan Sisa Makanan
Sampah rumah tangga menyumbang sekitar 40% dari total timbulan sampah nasional. Limbah organik seperti sisa makanan dan daun yang membusuk menghasilkan gas metana (CH₄) yang mempercepat pemanasan global. Selain itu, tumpukan organik di TPA sering mengeluarkan bau menyengat dan menjadi sarang hama pembawa penyakit.
2. Sampah Plastik dan Non-Organik
Sampah plastik merupakan ancaman jangka panjang bagi lingkungan. Butuh ratusan tahun untuk terurai secara alami. Setiap tahun, jutaan ton plastik berakhir di sungai dan laut, mencemari ekosistem perairan serta menyebabkan kematian ribuan hewan laut. Mikroplastik dari limbah ini juga ditemukan dalam air minum, garam laut, hingga tubuh manusia.
3. Limbah B3 Rumah Tangga (Baterai, Obat, dan Elektronik)
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti baterai bekas, lampu neon, obat-obatan, dan perangkat elektronik mengandung logam berat seperti timbal, merkuri, dan kadmium. Bila dibuang tanpa pengolahan, bahan ini mencemari air tanah dan berpotensi menyebabkan gangguan saraf, pernapasan, dan fungsi hati.
Dampak Lingkungan Akibat Pengelolaan Sampah yang Buruk
Ketika pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan benar, efeknya terasa luas dan berkelanjutan terhadap lingkungan.
1. Pencemaran Tanah dan Air
Sampah yang menumpuk di TPA menghasilkan air lindi (leachate) yang membawa zat kimia berbahaya dan mikroorganisme patogen. Air lindi ini meresap ke dalam tanah dan mencemari air sumur serta sungai. Akibatnya, masyarakat yang mengonsumsi air dari sumber tercemar berisiko tinggi terpapar penyakit pencernaan dan kulit.
2. Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca
Timbunan sampah organik menghasilkan gas metana, yang kekuatannya 25 kali lebih berbahaya dibanding karbon dioksida dalam memerangkap panas. Gas ini mempercepat perubahan iklim global dan meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan cuaca ekstrem.
3. Kerusakan Ekosistem dan Kehidupan Laut
Sampah plastik yang terbawa arus sungai menuju laut menjadi ancaman bagi biodiversitas. Penyu, ikan, dan burung laut sering salah mengira plastik sebagai makanan. Akibatnya, mereka mengalami penyumbatan pencernaan dan mati kelaparan. Dalam jangka panjang, populasi hewan laut menurun dan keseimbangan ekosistem terganggu.
Dampak Kesehatan Masyarakat
Masalah sampah juga menimbulkan berbagai penyakit yang langsung memengaruhi kehidupan manusia.
1. Penyakit Akibat Lingkungan Kotor
Lingkungan dengan tumpukan sampah menjadi sarang lalat, tikus, dan nyamuk. Hewan ini membawa berbagai penyakit seperti diare, demam berdarah, leptospirosis, dan tifus. Risiko tertinggi dialami oleh anak-anak dan lansia yang memiliki daya tahan tubuh rendah.
2. Gangguan Pernapasan dan Alergi
Praktik pembakaran sampah di area pemukiman masih banyak ditemukan. Asap dari pembakaran menghasilkan senyawa berbahaya seperti dioksin dan furan yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan kronis, asma, hingga kanker paru-paru. Partikel debu halus juga meningkatkan risiko alergi dan iritasi pada saluran pernapasan.
3. Dampak Psikologis dan Sosial
Hidup di lingkungan penuh sampah menyebabkan stres, rasa malu, dan penurunan kualitas hidup. Warga di sekitar TPA sering mengalami stigma sosial serta kesulitan mendapatkan air bersih dan udara segar. Kondisi ini memperburuk kesejahteraan mental dan sosial masyarakat.
Upaya dan Solusi Menuju Pengelolaan Sampah yang Lebih Efektif
Meski tantangannya besar, masih banyak langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi ini.
1. Edukasi dan Perubahan Perilaku Masyarakat
Perubahan perilaku merupakan kunci utama pengelolaan sampah berkelanjutan. Edukasi tentang pemilahan sampah perlu digencarkan melalui sekolah, komunitas, dan media digital. Perempuan memiliki peran penting dalam mengelola sampah rumah tangga dengan menerapkan prinsip reduce, reuse, dan recycle.
2. Inovasi Teknologi dan Sistem Daur Ulang
Pemanfaatan teknologi menjadi solusi efektif dalam mengurangi timbulan sampah. Inovasi seperti bank sampah digital, komposter otomatis, dan teknologi waste-to-energy terbukti dapat mengubah sampah menjadi sumber daya bernilai ekonomi. Beberapa kota seperti Surabaya dan Denpasar telah menerapkan sistem ini dengan hasil yang signifikan.
3. Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Komunitas
Pemerintah perlu memperkuat implementasi regulasi seperti UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan PP No.81 Tahun 2012 (sumber: https://dlhtanggamus.org/). Namun keberhasilan kebijakan ini bergantung pada kolaborasi lintas sektor. Perusahaan dapat berkontribusi melalui program CSR pengelolaan sampah, sedangkan komunitas lokal memperkuat kegiatan bank sampah dan gerakan zero waste di lingkungannya.
Kolaborasi semacam ini menciptakan ekosistem yang berkelanjutan, di mana setiap pihak berperan aktif dan saling mendukung demi masa depan yang lebih bersih.
Kesimpulan
Pengelolaan sampah yang tidak efektif membawa dampak langsung terhadap kesehatan dan lingkungan. Pencemaran air, udara, dan tanah adalah konsekuensi nyata dari sistem yang tidak terencana dengan baik. Namun, perubahan selalu dimulai dari tindakan kecil: memilah sampah, mengurangi plastik sekali pakai, serta mendukung inisiatif daur ulang di tingkat lokal.
Dengan kesadaran kolektif dan tanggung jawab bersama antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta, Indonesia dapat mewujudkan lingkungan yang lebih sehat, bersih, dan berkelanjutan.





